Sabtu, 27 Februari 2016

Seblak


Nanar aku menatap kamu. Aneh. Asing. Menyelidik.
Itu adalah saat kita pertama kali bertemu. Merona merah tampakmu. Tajam aku mencium baumu. Kusentuh dan kau liat mengaduh.

Kalau kau perawan diambang matang, tentulah banyak yang ingin menggodaimu. Dan itulah kamu. Tak perlu menunggu mereka menggodamu. Justru kamu yang datang menantang. Menyumbui indra rasa mereka. Ah, kau senang melihat orang bernafsu ingin menyentuhmu. Dan kau akan terbahak, begitu mereka tersedak oleh hawa cintamu.

Kau terbahak dan terbahak. "Tambah lagi pedasnya? Kurang pedas cumbuanku?" rayumu. Dan mereka hanya mengangguk pasrah dengan racunmu.

Aku hanya  menyentuh lembut dirimu awal ketemu dulu. Maaf, aku tak terbiasa dengan tampilan dan rasamu. Aneh. Dan tajam baumu. Tapi....entahlah.  Sungguh aku tidak mengenalmu. Buatku aneh, bercinta dan tak mengenal.

Tapi justru keanehan dan tajam baumu terus mengikutiku. Kemanapun. Seolah kamu pengen bilang: Sini cumbu aku.  Ahhh.....jauhlah. Aku tak mengenalmu.

Dan baumu bagai bayangan dirimu. Mengikuti dan melekatiku.

Sudah!

Aku kapok kamu terus menghantuiku. Iya aku sentuh kamu. Dan aku menyukaimu. Puas?

Dan sekarang aku yang tergila-gila padamu.