Minggu, 17 Desember 2017

Namanya Tahun Bahagia

Dear Bhumy,

Tahun ini begitu menyenangkan untuk kita lalui. Dalam suka dan dukanya. Duka yang hanya  boleh kita rasakan  sesaat dan melupakannya. Sementara rasa suka terus dan terus kita pelihara. Ada banyak cara buat kita untuk selalu tertawa. Memperhatikan orang lewat atau menceritakan kembali lelucon lucu di masa lalu. Buat kamu, tertawa lebih mudah lagi. Membaca bukupun kamu bisa terkikik sendiri. Begitu mudahnya kamu  merasa bersuka.

Ingatkah kamu, begitu sukanya kamu dengan percik kembang api dan keramaian tahun baru? Itu  moment bahagiamu.

Kembang api, yang kau sulut dengan raut ketakutanmu saat masih begitu kecil dulu. Kau pegang begitu hati-hati. Penasaranmu melebihi takutmu. Saat kau berhasi memegang setangkai kembang api, kau merasa berhasil mengalahkan ketakutanmu sendiri.  Percik-percik itu mungkin begitu ajaib buat kamu.

Anakku sayang,  mulai tahun ini, Bunda ingin  percik kembang api menyala dalam hati dan pikiranmu. Nyala kembang api yang indah dan tertanam dalam setiap kenangan, kamu dan aku. Hemmmmm tahukah kamu, tanpa kamu sadari, percik-percik kembang api  itu mulai tumbuh  di hati dan pikiranmu. Jadi kerlip yang menyemangati tiap langkapmu.

Anakku, sahabatku, Bunda hanya ingin , kita berdua tumbuh  dengan saling percaya dan menyayangi . Bunda ingin  menjadi teman dan sahabat Bhumy. Kita bisa  mengingatkan kelingking kita dan mengerlingkan mata  untuk persetujuan baru ini.

Ya, cukup menjadi teman. Tempat kita bisa saling cerita tanpa  prasangka. Mengeluh atau mengaduh. Dan juga melakukan keusilan-keusilan yang menyenangkan.
Sebentar lagi  kamu tumbuh  besar. Bunda ingin melihat kamu tumbuh desawa dan menjadi dirimu sendiri.  Menjadi apapun  kamu di masa depan nanti. Tidak akan meresahkan Bunda.  Jalani hidupmu, ikutilah keinginan terbaikmu. Pergilah kemana hatimu membawa. Menjadi apapun nanti, kamu tetap membanggakan Bunda, karena kamu adalah percik kembang api indah yang abadi buat Bunda. Ever and forever.

Menjadi orang tua tidak ada sekolahnya. Bunda masih harus terus belajar dan belajar lebih  giat  lagi.  Maaf bila  dalam perjalanan, ada bentakan, ada kata-kata keras dan ada nada perintah. Semua  kadang terjadi  begitu saja. Anggap saja, aku sedang dapat nilai ujian jelek ketika melakukannya. 

Setiap tahun, selalu menjadi tahun terbaik kita. Tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang. Perbanyaklah teman. Karena mereka adalah saudara kita di mana  berada.

Tahun ini dan tahun-tahun ke depan, perbanyaklah melihat dunia. Supaya tidak picik pikiran kita. Pergilah kemana saja kaki membawa, karena sebetulnya itulah buku kehidupan yang sedang kita baca. Tak akan pernah habis  lembar-lembar cerita tentang Indonesia dan dunia.

Dengan  banyak berjalan, engkau  bisa membuat banyak cerita kehidupan.
Satu hal Bhumy,

Bahagia itu letaknya di hati. Jadi,  apapun perjalananmu nanti tetaplah bahagia dengan apa yang terjadi. Sederhanakanlah segala sesuatunya. Dalam hidup, hanya ada dua pilihan bahagia atau sedih, senang atau susah. Pilihlah bahagia, senang dan mudah.

Anakku,
Kalau dalam perjalananmu nanti ada bimbang dan ragu, ingatlah arti namamu Benaeng Ulunati Bhumy Taruwara. Beningnya kalbu tempat tumbuhnya bibit pohon terbaik atau kebaikan,
Sayang bunda untukmu, tidak akan lekang oleh waktu.

Terima kasih sudah menemani perjalanan hidupku. Terima kasih, kamu sudah memberikan hal-hal yang baik dalam pertumbuhanmu dari kecil hingga saat ini.

Bersinarlah Bhumy, tetap setia seperti matahari

Love you

Bunda

Sabtu, 02 Desember 2017

Kekuatan Sapa



Seperti kebanyakan anak-anak,  @bhumy  hanya melirik buku yang aku bawa. Tebal. Dan pasti isinya tulisan semua. Barangkali itu yang ada di benaknya.

Long weekend kami tanpa banyak pilihan. TV yang sengaja tak boleh dinyalakan sepanjang libur panjang ini. HP Bhumy yang aku simpan. Mau manyun? Itu pilihan dia.

Oh ya, kami berkomitmen untuk hanya sedikit menonton TV. Biasanya di saat weekend. Dua jam sebelum mata terpejam. Ini semacam pengantar tidur saja. Kapan-kapan aku ceritakan bagaimana bisa hidup minim tontonan TV ini.

Aku tahu, buku-buku Raditya Dika sudah dibacanya berulang-ulang.  Dan masih saja selalu ketawa ngikik dengan kalimat-kalimat ajaib Raditya. Juga buku-buku foto yang dicetak tebal. Dia sudah menyisir Hiroshima nya John Hersey. Muhammad Ali. Atau antologi jurnalisme sastrawi mas Andreas Harsono dan teman-teman.

Buku #MataLensa Mbak @berryadek mau nggak mau dia sentuh juga. Dan matanya terbelalak ada namanya yang disebut oleh penulisnya, "For Bhumy." Hanya  itu saja.  Tetapi ini ternyata magnet baginya.

"Kok Tante Adek  tahu namaku?"
"Ini bener buat aku?" Dan yakkkk....pintu masuk sudah dibuka.

Mulailah aku bilang, ini buku hebat. Ditulis fotografer perang. Dia banyak pergi ke daerah-daerah perang dan bencana.

"Fotografer perang" rupanya ini makin membuatnya penasaran. Beberapa buku tentang pembebasan sandera, kisah heroik, dan sejarah perang sudah dibacanya. Kisah-kisah yang membuatnya ikut deg-degan ternyata membuatnya makin penasaran.

Aku ingatkan Bhumy, kalau kita pernah ketemu Tante Adek pas ujian taekwondo, sekian tahun lalu. Aku melengkapi imajinya tentang Mbak Adek yang selalu ke lapangan dengan beberapa kamera, tele dan tripod yang berat. "Mungkin 10-20 kg" ujarku. "Dia kuat?" Tanyanya.

Buku dan imaji dia tentang fotografer yang sering meliput di area berbahaya, melekat kuat. Lembar demi lembar buku ini, yang akan jadi pendorong Bhumy menjadi apapun di masa depan nanti.

Dan semuanya hanya bermula dari sapa: For Bhumy.

Jumat, 01 Desember 2017

Rasa yang Membunuhmu



Pernahkah kamu khawatir anakmu tak sepandai teman-temannya?
Atau khawatir, tumbuhnya tak sempurna. Terlambat bicara, telat jalan, dan sebagainya.

Pernahkah khawatirmu menggelisahkan tidurmu karena takut masa depan seperti apa yang akan anakmu rasakan nanti?

Jujur, rasa takut ini kadang menghantui hari-hari kita. Demi masa depan yang lebih baik, kita mencambuknya dengan berbagai kegiatan.

"Semua demi masa depan kamu. Tidak ada orang tua yang punya maksud jahat untuk anaknya," begitu sering kita dengar argumennya.

Demi kehidupan yang lebih baik, kita mengatur jam demi jam kegembiraannya. Hingga anak lupa bagaimana bergembira atas dirinya sendiri. Bahkan anak tak tahu, ia berhak gembira yang tak direkayasa.
Kita, orang tua dan bukan Tuhan Yang Maha Esa.

Lepaskan...lepaskan kekhawatiranmu ttg masa depan anakmu. Belajar melepas ikhlas anak panahmu.

Biarkan ia, mengikuti air, angin dan cahaya hidupnya.