Selasa, 08 September 2009

Energi

Hidup di Jakarta membuat saya harus flesibel. Menerobos kemacetan dengan ojek atau bergelantungan di Bus Trans Jakarta. Saat paling nyaman tentu di sejuknya taksi ber AC. Tapi apapun saya nikmati. Termasuk keliling Jakarta kota tua dengan ojek sepeda.

Pagi itu saya memutuskan naik taksi. Begitu meletakkan pantat, sopir taksi dengan pet Tino Sidin itu sudah mengeluhkan pendapatnnya yang tidak mencapai target selama puasa ini. Dirinya baru saja sembuh dari sakit selama beberapa waktu. Anak-anaknya merengek baju baru dan kue istimewa di hari raya. ”Saya sih hanya bisa janji, karena pasti tidak akan dapat THR tahun ini,” ujarnya. Perusahaannya menerapkan quota tertentu untuk THR.

Ia yakin tidak bisa memenuhi janji itu. ”Untuk makan saja susah,” tambahnya. Peniti emas, penghargaan masa pengabdiannya dijualnya seharga Rp 400.000. ”Daripada dipajang malah ilang, mending dijadikan uang,”alasannya. Cerita ketidakberuntungannya masih panjang. Perjalanan 30 menit penuh dengan keluhan. Mungkin ia lega.

Lalu mata saya tertumbuk pada ”manusia gerobak” , tuna wisma yang hanya memiliki gerobak sebagai tempat tinggal dan mencari nafkah. Kalau malam, di gerobak itu pula, kaki-kaki lelah ditumpangkan. Di gerobak-gerobak yang lain, anak-anak kecil mencari secuil kehangatan di dalamnya.

Lelaki pembawa gerobak itu tertawa lepas. Perempuan - mungkin istrinya - menyumbang senyuman. Kardus, botol bekas minuman mineral dan plastik itu jadi rezekinya. Artinya: secangkir beras untuk berdua bakal didapatnya. Toh hidup hanya perlu secangkir beras setiap harinya.

Ekor mata sopir taksi pun merekam adegan itu. ”Bahagia itu gampang ya Pak. Hanya punya kardus, botol bekas dan plastik rombeng pun sudah membuat mereka tertawa lebar,” ujar saya. Lalu, jeda panjang mengantarkan saya ke tujuan. Ketika turun, sopir itu pun berujar: ”Terima kasih, Bu.” Matanya sendu, mungkin malu yang dicampur galau.

Dalam hidup kita sepanjang 30, 40 bahkan 50 tahun ini, apa saja sih isinya?

Mungkin kita lebih fokus pada:
• Keluhan
• Menyalahkan
• Memaki
• Sumpah serapah
• Menyebar isu
• Memanas-manasi
• Pemicu masalah
• Ketakutan
• Merasa paling menderita
• Reaktif
• Menurunkan motivasi

Sepanjang hidup. Lalu kita pun menjadi penyerap energi (negatif). Hasilnya? Tabungan negatiflah yang lebih besar kita dapatkan. Plus bunga-bunganya. Menderita banget tidak sih? Hidup sekali saja kok menderita.

Daripada merepet dengan keluhan dan menjadi penyerap energi (negatif) mending menjadi pemancar energi (positif). Apa sih ciri-cirinya:

• Fokus pada tujuan
• Memberi tanpa syarat
• Bertanggung jawab
• Dapat diandalkan
• Pemecah masalah
• Memiliki motivasi untuk berkembang
• Mentalitas pemberi
• Proaktif
• Menciptakan
• Bicara lebih baik dan tentang hal baik dengan orang lain
• Bahagia


Lebih indah mana? Hayooo mau pilih energy sucker atau energy giver? Cinta adalah mata iar motivasi yangmengalirkan semangat indahnya kehidupan.

Emmy Kuswandari
Menjelang berbuka dengan teman-teman sambil bercerita tentang writing is a lifestyle.

Jakarta, September 2009

Tidak ada komentar: