Sabtu, 02 Desember 2017

Kekuatan Sapa



Seperti kebanyakan anak-anak,  @bhumy  hanya melirik buku yang aku bawa. Tebal. Dan pasti isinya tulisan semua. Barangkali itu yang ada di benaknya.

Long weekend kami tanpa banyak pilihan. TV yang sengaja tak boleh dinyalakan sepanjang libur panjang ini. HP Bhumy yang aku simpan. Mau manyun? Itu pilihan dia.

Oh ya, kami berkomitmen untuk hanya sedikit menonton TV. Biasanya di saat weekend. Dua jam sebelum mata terpejam. Ini semacam pengantar tidur saja. Kapan-kapan aku ceritakan bagaimana bisa hidup minim tontonan TV ini.

Aku tahu, buku-buku Raditya Dika sudah dibacanya berulang-ulang.  Dan masih saja selalu ketawa ngikik dengan kalimat-kalimat ajaib Raditya. Juga buku-buku foto yang dicetak tebal. Dia sudah menyisir Hiroshima nya John Hersey. Muhammad Ali. Atau antologi jurnalisme sastrawi mas Andreas Harsono dan teman-teman.

Buku #MataLensa Mbak @berryadek mau nggak mau dia sentuh juga. Dan matanya terbelalak ada namanya yang disebut oleh penulisnya, "For Bhumy." Hanya  itu saja.  Tetapi ini ternyata magnet baginya.

"Kok Tante Adek  tahu namaku?"
"Ini bener buat aku?" Dan yakkkk....pintu masuk sudah dibuka.

Mulailah aku bilang, ini buku hebat. Ditulis fotografer perang. Dia banyak pergi ke daerah-daerah perang dan bencana.

"Fotografer perang" rupanya ini makin membuatnya penasaran. Beberapa buku tentang pembebasan sandera, kisah heroik, dan sejarah perang sudah dibacanya. Kisah-kisah yang membuatnya ikut deg-degan ternyata membuatnya makin penasaran.

Aku ingatkan Bhumy, kalau kita pernah ketemu Tante Adek pas ujian taekwondo, sekian tahun lalu. Aku melengkapi imajinya tentang Mbak Adek yang selalu ke lapangan dengan beberapa kamera, tele dan tripod yang berat. "Mungkin 10-20 kg" ujarku. "Dia kuat?" Tanyanya.

Buku dan imaji dia tentang fotografer yang sering meliput di area berbahaya, melekat kuat. Lembar demi lembar buku ini, yang akan jadi pendorong Bhumy menjadi apapun di masa depan nanti.

Dan semuanya hanya bermula dari sapa: For Bhumy.

Tidak ada komentar: