Kamis, 13 Agustus 2009

Timbangan


Sayang,
Aku tahu, kau bangga dipuji atasanmu. Kau pun bahagia karena kenaikan gaji itu. Syukuran kemarin untuk merayakan promosimu. Wah, hebat ya. Dalam karir, makin tinggi, makin besar gaji, makin ok. Melejit. Makin pesat makin baik.

Begitu juga temanmu yang jadi pengusaha atau pedagang. Makin banyak tender, makin girang. Yang jadi pedagang pun begitu. Makin banyak untung, makin senang. Makin laris, makin manis.

Begitu ya dalam pekerjaan.

Lalu, suatu malam kutanya: bagaimana dengan peranmu di keluarga? Apakah kau menginginkan sayap agar terbang lebih tinggi? Kamu diam. Tak menjawab.

Kalau kau terbang, itu artinya kau menjauh. Tak terjangkau. Tak tersentuh. Meski tanpa kau sadari sering begitu. Karena rapat, karena tugas luar kota, kau jadi jauh. Meski kau akan bilang: “Sayang, semua demi kita. Demi keluarga.” Demi pekerjaan, kamu akan bilang begitu.

Aku hanya takut, kami akan lupa bagaimana bentuk senyummu. Bagaimana aroma tubuhmu.

Aku tak ingin kamu terbang makin tinggi untuk peranmu di keluarga. Yang aku ingin: justru makin dalam, makin dalam dan menukik. Di kedalaman hati kami.

Berbagi peran. Berbagi tanggung jawab. Apa kau tahu, kemarin anak kita, mogok tak mau sekolah. Apa kau tahu, celana panjang anakmu sudah jadi ¾? Keberhasilanmu tak kami ukur dengan dengan skala tinggi dan makin tinggi. Tapi justru bagaimana kau makin dalam, masuk dalam relung keluargamu ini.

Aku ingin, kau menikmati peran ini. Tempat kita kembali berenerji. Tempat kita bisa saling menyemai.

Jadi, maukah kau makin dalam menikmati peran ini, cinta?

Emmy Kuswandari, Jakarta Agustus 2009

Tidak ada komentar: